Ali bin Abi Thalib dan Hukum
Bagi Anda yang merasa frustasi
dengan keadaan hukum saat ini dan tingkah pola pemimpin dan penegak hukum,
kisah yang terjadi belasan abad yang lalu ini menarik untuk disimak.
Alkisah pada masa Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, ia
kehilangan baju dir’a (baju besi) miliknya. Tidak berapa lama, ia mendapati
baju besinya ada pada seorang Yahudi. Namun, ketika ditanya Ali, orang Yahudi
itu bersikukuh bahwa baju besi itu adalah miliknya. Akhirnya, keduanya sepakat
untuk membawa perkara itu ke hadapan hakim.
Setelah mendengar duduk perkaranya, hakim yang bernama Syuraih
bertanya kepada Ali, apakah ia mempunyai bukti-bukti yang mendukung
pernyataannya. Ali pun menghadirkan dua saksi, yaitu pembantunya, Qanbar dan
anaknya, Hasan bin Ali, cucu Rasulullah Saw.
Sang hakim menerima kesaksian pembantu Ali, namun menolak
kesaksian Hasan, karena kesaksian seorang anak kepada ayahnya tidak dapat
diterima di hadapan hukum. Ali pun berkata pada hakim Syuraih, “Tetapi apakah
Anda tidak pernah mendengar Rasulullah yang menyatakan bahwa Hasan dan Husain
adalah pemuda penghuni surga”.
Syuraih membenarkan pernyataan Ali itu namun tetap pada
pendiriannya bahwa ia tidak bisa menerima kesaksian Hasan. Karena hanya ada
satu orang saksi, akhirnya hakim memutuskan bahwa baju besi tersebut adalah
milik si Yahudi. Ali, sang Amirul Mukminin, dikalahkan dalam persidangan
tersebut. Dengan besar hati, Ali menyatakan menerima keputusan hakim.
Melihat seorang pemimpin jazirah Islam dikalahkan di pengadilan
padahal lawannya seorang non-muslim dan sang pemimpin menerima putusan itu,
Yahudi itupun serta merta mengakui bahwa baju besi tersebut adalah benar milik
Ali dan ia menyatakan bahwa sebuah agama yang menyuruh hal tersebut pastilah
benar. Orang Yahudi itu pun mengucapkan kalimat syahadat dan menyatakan masuk
Islam. Menyaksikan hal itu, Ali menghadiahkan baju besi tersebut kepada si
Yahudi disertai dengan hadiah lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar