Detik – detik Terakhir Rosulullah
SAW
Dari Ibnu Mas’ud r.a., bahwasanya dia berkata: “Ketika ajal
Rasulullah saw sudah dekat,baginda mengumpulkan kami dirumah Siti Aisyah r.a.
Kemudian baginda memandang kami sambil berlinang air matanya, lalu bersabda: Marhaban
bikum, semoga Allah memanjangkan umur kamu semua, semoga Allah menyayangi,
menolong dan memberikan petunjuk kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu,agar
bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah sebagai pemberi peringatan untuk
kamu.Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah.”
“Allah berfirman: Kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat kami
jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan dirinya dan membuat
kerusakan di muka bumi.Dan kesudahan syurga itu bagi orang-orang yang
bertakwa.”
Kemudian kami bertanya: “Bilakah ajal baginda ya Rasulullah?”
Baginda menjawab: “Ajalku telah hampir,dan akan pindah ke hadrat
Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila.”
Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan baginda ya
Rasulullah?”
Rasulullah menjawab: “Salah seorang ahli bait.”
Kami bertanya: “Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya
Rasulullah?”
Baginda menjawab: “Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah.”
Kami bertanya: “Siapakah yang menyolatkan baginda di antara kami?”
Kami menangis dan Rasulullah saw pun turut menangis.
Kemudian baginda bersabda: “Tenanglah, semoga Allah mengampuni
kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka
letakanlah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang
kuburku. Kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama
menyolatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil
kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tentaranya. Kemudian
masuklah anda dengan sebaik-baiknya.Dan hendaklah yang pertama solat adalah
kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian
kamu semua.”
SEMAKIN PARAH
Semenjak hari itu, Rasulullah saw bertambah parah sakit yang
ditanggungnya selama 18 hari. Setiap hari,banyak yang mengunjungi baginda,
sampailah datangnya hari Senin, disaat baginda menghembuskan nafasnya yang
terakhir.
Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad, penyakit
baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah
selesai mengumandangkan azannya, dia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah,
kemudian memberi salam: “Assalamualaikum ya Rasulullah?”
Kemudian dia berkata lagi: “Assolah yarhamukallah.”
Fatimah menjawab: “Rasulullah dalam keadaan sakit.”
Maka kembalilah Bilal ke dalam masjid. Ketika bumi terang
disinari matahari siang, maka Bilal datang lagi ke tempat Rasulullah, lalu dia
berkata seperti perkataan yang tadi. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan
menyuruh dia masuk.
Setelah Bilal bin Rabah masuk, Rasulullah saw bersabda: “Saya
sekarang berada dalam keadaan sakit. Wahai Bilal, kamu perintahkan saja agar
Abu Bakar menjadi imam dalam solat.”
Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya
sambil berkata: “Aduhai, alangkah baiknya bila aku tidak dilahirkan ibuku?”
Kemudian dia memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar
beliau menjadi imam dalam solat tersebut.
Ketika Abu Bakar r.a. melihat ke tempat Rasulullah saw yang
kosong, sebagai seorang lelaki yang lemah lembut, dia tidak dapat menahan
perasaannya lagi, lalu dia menjerit dan akhirnya dia pingsan. Orang-orang yang
berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengar oleh Rasulullah saw.
Baginda bertanya: “Wahai Fatimah, suara apakah yang bising itu?”
Siti Fatimah menjawab: “Orang-orang menjadi bising dan bingung
krn Rasulullah saw tidak bersama mereka.”
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Talib dan Abbas
r.a. Sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke
masjid. Baginda solat dua rakaat. Setelah itu baginda melihat kepada orang
ramai dan bersabda: “Ya ma aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam
pemeliharaan dan perlindungan Allah. Sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas
kamu semua, setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa
kepada Allah SWT karena aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini
adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada
di alam dunia ini.”
MALAIKAT MAUT DATANG BERTAMU
Pada hari esoknya yaitu pada hari Senin, Allah mewahyukan kepada
Malaikat Maut supaya dia turun menemui Rasulullah saw dengan berpakaian
sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah saw
dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia
dibolehkan masuk. Tetapi jika Rasulullah saw tidak mengizinkannya, dia tidak
boleh masuk dan hendaklah dia kembali saja.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT.
Dia menyamar sebagai orang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman
Rasulullah saw, Malaikat Maut itupun berkata: “Assalamualaikum wahai ahli rumah
kenabian, sumber wahyu dan risalah!”
Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu:
“Wahai Abdullah (hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit.”
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum,
bolehkah saya masuk?”
Akhirnya Rasulullah saw mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu
baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah yang ada di muka pintu
itu?”
Fatimah menjawab: “Seorang lelaki memanggil baginda. Saya
katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil
sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma.”
Rasulullah saw bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia?”
Fatimah menjawab: “Tidak wahai baginda.”
Lalu Rasulullah saw menjelaskan: “Wahai Fatimah, dia adalah
pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jemaah dan yang meramaikan
kubur.”
Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Masuklah, wahai Malaikat
Maut.”
Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: “Assalamualaika
ya Rasulullah.”
Rasulullah saw pun menjawab: “Waalaikassalam ya Malaikat Maut.
Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?”
Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus
mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan
pulang.”
Rasulullah saw bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau
tinggalkan kecintaanku Jibril?”
Jawab Malaikat Maut: “Saya tinggal dia di langit dunia.”
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril a.s.
datang lalu duduk di samping Rasulullah saw.
Maka bersabdalah Rasulullah saw: “Wahai Jibril, tidakkah engkau
mengetahui bahwa ajalku telah dekat?”
Jibril menjawab: “Ya, wahai kekasih Allah.”
KETIKA SAKARATUL MAUT:
Seterusnya Rasulullah saw bersabda: “Beritahu kepadaku wahai
Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya?”
Jibril pun menjawab: “Bahwasanya pintu-pintu langit telah
dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.”
Baginda saw bersabda: “Segala puji dan syukur bagi Tuhanku.
Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku?”
Jibril menjawab lagi: “Bahwasanya pintu-pintu Syurga telah
dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan
buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.”
Baginda saw bersabda lagi: “Segala puji dan syukur untuk
Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku?”
Jibril menjawab: “Aku memberikan berita gembira untuk tuan.
Tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat
nanti.”
Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Segala puji dan syukur aku
panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang kabar yang
menggembirakan aku.”
Jibril a.s. bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang
ingin tuan tanyakan?”
Rasulullah saw menjawab: “Tentang kegelisahanku. Apakah yang
akan diperoleh oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang
akan diperoleh orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang
akan diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”
Jibril menjawab: “Saya membawa kabar gembira untuk baginda.
Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua
Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”
Maka berkatalah Rasulullah saw: “Sekarang, tenanglah hati dan
perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku.”
Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah saw
Ali r.a. bertanya: “Wahai Rasulullah saw, siapakah yang akan memandikan
baginda dan siapakah yang akan mengafaninya?”
Rasulullah menjawab: “Adapun yang memandikan aku adalah engkau
wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa
hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga.”
Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah saw.
Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: “Wahai Jibril,
alangkah pedihnya maut.”
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril a.s. memalingkan
mukanya. Lalu Rasulullah saw bertanya:
“Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku?”
Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup
melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?”
Akhirnya roh yang mulia itupun meninggalkan jasad Rasulullah saw.
KESEDIHAN SAHABAT
Berkata Anas r.a.: “Ketika aku lalu di depan pintu rumah Aisyah
r.a., aku terdengar dia sedang menangis sambil mengatakan: Wahai orang-orang
yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang-orang yang keluar dari dunia
dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang-orang yang
telah memilih tikar daripada singgahsana, wahai orang-orang yang jarang tidur
diwaktu malam karena takut Neraka Sa’ir.”
Dikisahkan dari Said bin Ziyad dari Khalid bin Saad, bahwasanya
Muaz bin Jabal r.a.telah berkata: “Rasulullah saw telah mengutusku ke Negeri
Yaman untuk memberikan pelajaran agama di sana. Maka tinggallah aku di sana
selama 12 tahun. Pada satu malam aku bermimpi dikunjungi oleh seseorang.
Kemudian orang itu berkata kepadaku: Apakah anda masih terlena tidur juga wahai
Muaz, padahal Rasulullah saw telah berada di dalam tanah?”
Muaz terbangun dari tidur dengan rasa takut, lalu dia
mengucapkan: “A’uzubillahi minasy syaitannir rajim.”
Lalu setelah itu dia mengerjakan solat. Pada malam selanjutnya,
dia bermimpi seperti mimpi malam yang pertama.
Muaz berkata: “Kalau seperti ini, bukanlah dari syaitan.”
Kemudian dia memekik sekuat-kuatnya, sehingga didengar sebagian penduduk Yaman.
Pada keesokan harinya,orang ramai berkumpul lalu Muaz berkata
kepada mereka: “Malam tadi dan malam sebelumnya saya bermimpi yang sukar untuk
difahami.Dahulu, bila Rasulullah saw bermimpi yang sukar difahami, baginda
membuka Mushaf (al-Quran). Maka berikanlah Mushaf kepadaku.”
Setelah Muaz menerima Mushaf,lalu dibukanya.Maka nampaklah
firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka
akan mati pula.” (Surah Az-Zumar: ayat 30)
Maka menjeritlah Muaz, sehingga dia tidak sadarkan diri. Setelah
dia sadar kembali, dia membuka Mushaf lagi dan dia nampak firman Allah yang
berbunyi: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah
berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh
kamu akan berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke
belakang, maka dia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada orang-orang yang
bersyukur?” (Surah Al-lmran: ayat 144)
Maka Muaz pun menjerit lagi: ”Aduhai Abal-Qassim. Aduhai
Muhammad.”
Kemudian dia keluar meninggalkan Negeri Yaman menuju ke Madinah.
Ketika dia akan meninggalkan penduduk Yaman, dia berkata: “Seandainya apa yang
ku lihat ini benar, maka akan meranalah para janda, anak-anak yatim dan
orang-orang miskin, dan kita akan menjadi seperti biri-biri yang tidak ada
pengembala.”
Kemudian dia berkata: “Aduhai, sedihnya berpisah dengan Nabi
Muhammad saw.” Lalu dia pun pergi meninggalkan mereka. Di saat dia berada pada
jarak lebih kurang tiga hari perjalanan dari Kota Madinah, tiba-tiba terdengar
olehnya suara halus dari tengah-tengah lembah yang mengucapkan firman Allah
yang artinya: “Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.”
Lalu Muaz mendekati sumber suara itu. Setelah berjumpa, Muaz
bertanya kepada orang tersebut: “Bagaimana khabar Rasulullah saw?”
Orang tersebut menjawab: “Wahai Muaz, sesungguhnya Muhammad saw
telah meninggal dunia.” Mendengar ucapan itu, Muaz terjatuh dan tak sadarkan
diri. Lalu orang itu menyadarkannya.
Dia memanggil Muaz: “Wahai Muaz, sadarlah dan bangunlah.”
Setelah Muaz sadar kembali, orang tersebut lalu menyerahkan
sepucuk surat untuknya yang berasal dari Abu Bakar As-siddiq, dengan cop dari
Rasulullah saw. Tatkala Muaz melihatnya, dia lalu mencium cop tersebut dan
diletakkan di matanya. Kemudian dia menangis tersedu-sedu.
Setelah puas dia menangis, dia pun melanjutkan perjalanannya
menuju Kota Madinah. Muaz sampai di Kota Madinah pada waktu fajar menyingsing.
Didengarnya Bilal sedang mengumandangkan azan Subuh.
Bilal mengucapkan: “Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah?”
Muaz menyambungnya: “Wa Asyhadu Anna Muhammadur Rasulullah.”
Kemudian dia menangis dan akhirnya dia jatuh dan tak sadarkan
diri lagi. Pada saat itu, di samping Bilal bin Rabah ada Salman Al-Farisy r.a.
lalu dia berkata kepada Bilal: “Wahai Bilal, sebutkanlah nama Muhammad dengan
suara yang kuat dekatnya. Dia adalah Muaz yang sedang pingsan.”
Setelah Bilal selesai azan, dia mendekati Muaz, lalu dia
berkata: “Assalamualaika, angkatlah kepalamu wahai Muaz, aku telah mendengar
dari Rasulullah saw, baginda bersabda: Sampaikanlah salamku kepada Muaz.”
Maka Muaz pun mengangkatkan kepalanya sambil menjerit dengan
suara keras, sehingga orang-orang menyangka bahwa dia telah menghembuskan nafas
yang terakhir.
Kemudian dia berkata: “Demi ayah dan ibuku, siapakah yang
mengingatkan aku pada baginda, ketika baginda akan meninggalkan dunia yang fana
ini, wahai Bilal? Marilah kita pergi ke rumah isteri baginda Siti Aisyah r.a.”
Setelah sampai di depan pintu rumah Siti Aisyah, Muaz
mengucapkan: “Assalamualaikum ya ahlil bait, wa rahmatullahi wa barakatuh.”
Yang keluar ketika itu adalah Raihanah, dia berkata: “Aisyah sedang pergi ke
rumah Siti Fatimah.”
Kemudian Muaz menuju ke rumah Siti Fatimah dan mengucapkan:
“Assalamualaikum ya ahlil bait.”
Siti Fatimah menyambut salam tersebut, kemudian dia berkata:
“Rasulullah saw bersabda: Orang yang paling alim di antara kamu tentang perkara
halal dan haram adalah Muaz bin Jabal. Dia adalah kekasih Rasulullah saw.”
Kemudian Fatimah berkata lagi: “Masuklah wahai Muaz.” Ketika
Muaz melihat Siti Fatimah dan Aisyah r.a., dia terus pingsan dan tak sadarkan
diri. Setelah dia sadar, Fatimah lalu berkata kepadanya: “Saya mendengar
Rasulullah saw bersabda: Sampaikanlah salam saya kepada Muaz dan kabarkan
kepadanya bahwasanya dia kelak dihari kiamat sebagai imam ulama.” Kemudian Muaz
bin Jabal keluar dari rumah Siti Fatimah menuju ke arah kubur Rasulullah saw.
***
Dari Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar