Imam bukhori : keajaiban dari bukhara
Buta di masa kecilnya. Keliling
dunia mencari ilmu. Menghafal ratusan ribu hadits. Karyanya menjadi rujukan
utama setelah Al Qur’an.
Lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Dipanggil dengan
Abu Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Islmail bin Al Mughirah bin
Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan lebih
dikenal dengan sebutan Al Imam Al Bukhari.
Buyut beliau, Al Mughirah, semula beragama Majusi (Zoroaster),
kemudian masuk Islam lewat perantaraan gubernur Bukhara yang bernama Al Yaman
Al Ju’fi. Sedang ayah beliau, Ismail bin Al Mughirah, seorang tokoh yang tekun
dan ulet dalam menuntut ilmu, sempat mendengar ketenaran Al Imam Malik bin Anas
dalam bidang keilmuan, pernah berjumpa dengan Hammad bin Zaid, dan pernah
berjabatan tangan dengan Abdullah bin Al Mubarak.
Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu
malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim Al Khalil ‘Alaihissalaam yang
mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari,
pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu
karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu
menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut
ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah,
Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam.
Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang
sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah
bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq,
Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin
‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid
bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya,
Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih,
Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul
hadits lainnya.
Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka
yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun
kitab Shahih Muslim.
Al Imam Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan
hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan
saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang
lain belau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan
sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.
Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al
Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau
masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari,
pent.)?” Beliau menjawab, “Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang
saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di
bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan
para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap
beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud.
Muhammad bin Abi Ha tim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin
Khalid Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji
Abu Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang
seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak
pernah meliahat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat
hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada
Muhammad bin Ismail (Al Bukhari).”
Muhammad bin Abi Hatim berkata, ” Saya mendengar Abu Abdillah
(Al Imam Al Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta
penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan
kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”.
Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka
segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan peristiwa itu kepada
‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status (kedudukannya) tidak
diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.
Al Imam Al Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadits yaitu
kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau disebut juga Ash-Shahih atau
Shahih Al Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini
merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran.
Hubungannya dengan kitab tersebut, ada seorang ulama besar ahli
fikih, yaitu Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu ketika saya tertidur pada
sebuah tempat (dekat Ka’bah -ed) di antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim. Di
dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau
berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid, sampai kapan engaku mempelajari kitab
Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak mempelajari kitabku? Saya berkata, “Wahai
Baginda Rasulullah, kitab apa yang Baginda maksud?” Rasulullah menjawab, ”
Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”.
Karya Al Imam Al Bukhari yang lain yang terkenal adalah kita
At-Tarikh yang berisi tentang hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta
ucapan-ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di bidang akhlak belau menyusun kitab
Al Adab Al Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu Af’aal Al
Ibaad.
Ketakwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari merupakan sisi lain
yang tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para
ulama tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.
Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al
Bukhari berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak
dihisab dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain).”
Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para
ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang
seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.
Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala
saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya
tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia
daripada Muhammad bin Ismail.”
Al Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam
bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak
menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”
Al Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H.
ketika beliau mencapai usia enam puluh dua tahun. Jenazah beliau dikuburkan di
Khartank, nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan
rahmat-Nya kepada Al Imam Al Bukhari
0 komentar:
Posting Komentar