Kuda Sulaiman
Masih ingat peristiwa Nabi Sulaiman dengan sekawanan semut?
Dalam peristiwa itu Nabi Sulaiman memanjatkan syukur atas kelebihan yang
diberikan kepadanya. Dari seekor semut, Nabi Sulaiman mampu mengambil pelajaran
untuk bersyukur kepada Allah.
Kali ini Nabi Sulaiman alaihis salam diuji Allah dengan sebuah
kuda. Nabi Sulaiman terpesona dengan kuda-kuda yang tenang di saat sedang
berhenti dan sangat cepat kalau sedang berlari. Saking terpesonanya melihat
kuda-kuda tersebut, tanpa sadar matahari mulai beranjak meninggalkan siang.
Habislah waktu shalat Ashr. Nabi Sulaiman perlahan menyadari bahwa kuda-kuda
itu telah menyebabkan dia lalai dari mengingat Allah. Setelah beliau sadar akan
kesalahannya. Beliau meminta kuda-kuda itu didatangkan kepadanya dan beliau
potong kaki dan leher kuda itu. (QS 38: 31-33)
Banyak penafsiran mengenai kisah ini. Bagi saya, kisah ini
memberi kita pelajaran bahwa tak henti-hentinya Allah menguji kita. Kali
pertama, mungkin kita diuji dengan kemiskinan; pada kali berikutnya kita diuji
dengan kekayaan. Pada satu saat kita diuji dengan sebuah penyakit; di lain
kejap kita dicoba dengan kesehatan yang kita miliki. Semut yang melintas
didepan kita, sekawanan kuda yang berlari dengan cepat, mobil yang kita miliki
(setelah menabung bertahun-tahun), anak yang dititipi Tuhan kepada kita,
jabatan yang diamanahkan kepada kita, semuanya merupakan ujian dari Allah.
Pelajaran yang kedua yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah
ketika Nabi Sulaiman memotong leher dan kaki kuda. Bagi saya, ini bisa kita
tafsirkan secara simbolik. Mari kita hilangkan segala sesuatu yang bisa membawa
kita ke jalan yang tidak benar atau lalai dari mengingat Allah. Dalam usul
al-fiqh ini disebut sadd adz-dzari’ah. Artinya, menutup pintu yang bisa membawa
kita jatuh ke dalam perbuatan yang tercela.
Sayangnya, alih-alih menutup pintu itu, kita malah membukanya
lebar-lebar. Kita bukannya mencontoh perilaku Nabi Sulaiman yang segera sadar
akan kelalaiannya, malah seringkali kita semakin “keasyikan” dengan perbuatan
maksiat itu. Ketika orang-orang kecil sedang kelaparan, kita makin asyik dengan
korupsi dan kolusi yang kita lakukan. Ketika orang menuntut pemerintahan yang
bersih, kita malah keasyikan dengan nepotisme. Ketika rakyat semakin menjerit
dengan melambungnya harga-harga, kita naikkan lagi harga BBM dan listrik.
Sayang, kita tidak mau belajar dari kisah Nabi Sulaiman….
0 komentar:
Posting Komentar