Sentuhan Jiwa: Mata Air Hunain
Berapa pun kali kisah ini dibaca tetap saja, rasa haru menyeruak
khususnya saat Rasulullah memberikan tausyiah pada kaum Anshar yang merasa tak dihargai
perjuangannya. Saat kaum Anshar cemburu pada Rasulullah yang memberikan
ghanimah (harta rampasan perang) amat besar kaumnya (Quraisy) dibandingkan
Anshar. Kebersihan hati Kaum Anshar, keridhaan, pengorbanan dan kecintaan
mereka atas keputusan Rasulullah ini patut ditiru. Semoga kita dianugerahi hati
dan keikhlasan seperti kaum Anshar yang senantiasa menolong agama Allah tanpa
pamrih kecuali cinta Allah dan Rasul-Nya semata
**
Mata Air Hunain
Perang Badar baru saja selesai. Namun, peristiwa itu tidak
mungkin hilang begitu saja dari benak fikiran para sahabat. Ini karena Badar
merupakan pengalaman mereka yang pertama dalam keramaian genderang perang.
Ketika perang Hunain berakhir dengan kemenangan kaum muslimin,
Rasulullah SAW dan kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang
melimpah. Perang ini berlaku pada tahun ke-8 hijrah. Dengan penaklukan kota
Mekah, kaum kuffar Arab akhirnya bergabung, bersedia menyerang kaum muslimin.
Bahkan, mereka turut membawa anak isteri mereka juga harta benda yang mereka
miliki. Perang yang akan merka tempuh seolah-olah perang pertarungan harga diri
sehingga mereka harus membawa semua yang mereka miliki untuk berada dalam
kafilah perang mereka.
Di pihak lain, kaum muslimin yang berjumlah 10 ribu orang
anggota yang telah menyerbu dan menakluk kota Mekah sudah bersiap sedia
berangkat ke Hunain. Pasukan ini telah pun ditambah dengan dua ribu orang
mualaf, orang yang baru masuk Islam dari penduduk Mekah. Sebuah penghormatan
dan harga diri kadang kala menjadi suatu yang amat berharga sehingga apaun yang
dimiliki dapat dikerahkan untuk mendapatklan kembali harga diri tersebut.
Begitulah yang terjadi kepada orang-orang Arab yang merasa kehormatannya
diragut oleh umat Islam Madinah yang berhasil menduduki dan menakluk kota Mekah.Puncak
perjuangan kaum kuffar untuk kembali merebbut kehormatan dan harga diri mereka
adalah dengan menentang umat Islam.
Jumlah pasukan Islam yang banyak yang bersedia untuk berperang
melawan kuffar Arab iaitu dalam 12 ribu orang telah menimbulkan sikap ghurur
(bangga diri) pada sebagian kaum muslimin. Mereka beranggapan bahwa jumlah
pasukan umat Islam yang besar akan mudah mengalahkan pasukan kuffar Arab
sehingga mereka meremehkan kekuatan musuh. Penyakit ghurur ini menjadikan
maknawiyah pasukan Islam menjadi kendur. Mereka kurang bersandar kepada Allah
sebagai sumber kekuatan. Hal ini karena secara manusiawi mereka jauh lebih
besar daripada pasukan musuh sehingga tidak terdorong atau melupakan bahwa
sumber kemenangan adalah daripada Allah SWT, sama seperti maknawiyah kafir
Quraisy ketika mereka menghadapi pasukan Islam di Badar. Akan tetapi, mereka
yang sudah ditempa dengan tarbiyah Rasulullah SAW tergerak dan segera menyusun
kembali barisan untuk menguasai keadaan sehingga pertempuran itu berakhir dengan
kemenangan.
Kemenangan kaum muslimin mendatangkan banyak harta rampasan
perang dan tawanan, 6 ribu orang tawanan, 24 ribu unta, 40 ribu lebih kambing,
dan 4 ribu lebih uqiyah perak.
Pembagian Harta Rampasan Perang
Ketika perang berakhir dan setelah beberapa lama Rasulullah
menunggu kaum Hawazin yang mungkin datang untuk menebus tawanan mereka di
Ji’ranah. Rasulullah SAW membagi-bagikan harta rampasan perang kepada para
muallaf, pemuka Mekah yang belum lama masuk Islam, dengan jumlah yang cukup
besar untuk mengikat hati mereka.
Abu Sufyan diberi 40 uqiyah dan 100 ekor unta, kemudian Abu
Sufyan ,meminta bagian anaknya, Yazid. Rasulullah SAW meluluskan permintaan Abu
Sufyan itu dengan memberikan anaknya jumlah yang sama seperti yang beliau
perolehi. Begitu juga dengan anaknya yang bernam Mu’awiyah. Rasulullah SAW
memberikannya dengan jumlah yang sama. Kepada Hakim bin Hizam, Rasulullah SAW
memberikan 100 ekor unta, kemudian dia meminta lagi dan memberikannya tambahan
100 ekor lagi. Shafwan bin Umayyah diberi 100 ekor unta, kemudian 100 ekor
lagi, dan ditambah lagi dengan 100 ekor.
Al-Haritsah bin Al-Harits bin Kaladah diberi 100 ekor unta dan
beberapa pemuka Quraisy yang lain juga memperolehinya. Selain mereka, ada juga
yang mendapat 50 ekor unta, 10 ekor unta, 5, 4, sehingga dikhabarkan bahwa
Rasulullah memberikan setiap muallaf yang meminta atau minta tambahan bagian
dan baginda tidak takut miskin. Orang-orang Arab berkerumun meminta bagian
harta sampai baginda terdesak ke pohon pokok hingga baju baginda terlepas.
Baginda berkata, “ Wahai kalian, kembalikan bajuku, demi Zat yang diriku di
tangan-Nya, andaikan aku memiliki tanaman di Tihamah, maka aku akan
memberikannya kepada kalian dan kalian tidak memanggilku sebagai orang kikir,
takut, dan berdusta”.
Kemudian, bagindapun berdiri di samping unta miliknya sambil
memegang sebiji gandum dan bersabda, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak lagi
menyisakan harta rampasan kalian, termasuk biji gandum ini, kecuali
seperlimanya dan seperlima itupun sudah aku serahkan kepada kalian”.
Setelah membagikan rampasan kepada para muallaf, kepada
orang-orang yang baru masuk Islam dan kepada orang yang hatinya masih lemah,
Nabi Muhammad SAW memanggil Zaid bin Tsabitagar mengumpulkan sisa harta
rampasan perang serta memanggil semua sahabat. Masing-masing sahabat mendapat 4
ekor unta dan 40 ekor kambing. Untuk penunggang kuda, diberikan 12 ekor unta
dan 120 ekor kambing.
Pembagian ini berdasarkan pertimbangan yang sangat matang dan
bijaksana. Di dunia, seseorang lebih mampu menerima kebenaran melalui perutnya
daripada akalnya, sebagaimana binatang yang digiring ke kandangnya dengan
memancingnya melalui dedaunan. Begitu juga manusia yang memerlukan variasi
bujukan untuk menyusupkan keimanan.
Komentar Terhadap Tindakan Rasulullah
SAW
Tindakan dan langkah baginda tidak difahami oleh sebagian
sahabat sehingga timbul berbagai komentar yang tidak sedap didengar. Di antara
sahabat yang tidak dapat menerima tindakan Rasulullah SAW ini adalah
orang-orang Ansar, padahal merekalah yang paling banyak dilibatkan oleh
Rasulullah pada saat-saat krisis hingga suasana pertempuran yang mula kelihatan
kalah menjadi sebaliknya dapat dikuasai keadaan. Mereka tidak menerima bagian
daripada harta rampasan perang Hunain.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata,
“Setelah Rasulullah SAW membagi-bagikan bagian rampasan perang kepada
orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah Arab, sedangkan orang-orang Ansar tidak
mendapat bagian apa-apa, maka kemudian tersebarlah berita-berita di antara mereka,
ada yang berkata, “Demi Allah, Rasulullah SAW telah bertemu kaumnya sendiri”.
Lalu Saad bin Ubadah datang ke tempat baginda seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, di hati orang-orang Ansar ada perasaan tidak puas hati
terhadap engkau karena pembagian harta rampasan perang yang telah engkau
lakukan. Engkau membagi-bagikannya kepada kaum engkau sendiri dan engkau
memberikan bagian yang amat besar kepada beberapa kabilah Arab, sedangkan
orang-orang Ansar itu tidak mendapat apa-apa”.
Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Kalau demikian keadaannya,
engkau berpihak kepada siapa wahai Saad?” Saad pun menjawab, “Wahai Rasulullah,
tidak ada pilihan lain kecuali aku ikut bersama kaumku”.
“Kalau begitu kumpulkan kaummu di tempat ini!” kata Rasulullah
SAW kepada Saad.
Kemudian Saad mengumpulkan semua orang Ansar di tempat yang
ditunjukkan Rasulullah. Ada beberapa Muhajirin hendak ikut masuk, namun mereka
tidak diperkenankan masuk daan hanya orang-orang Ansar sahaja yang masuk ke
dalam tempat itu. Setelah semua orang Ansar telah berkumpul, maka Saad
memberitahu Nabi SAW dan baginda pun datang berjumpa dengan mereka.
Taujih Rasulullah SAW
Setelah memuji dan mengagungkan Allah, baginda bersabda, “Wahai
kaum Ansar, aku sempat mendengar berita-berita dari kalian dan dalam diri kalian
ada perasaan tidak puas hati terhadapku. Bukankah dulu aku datang ketika kalian
dalam keadaan sesat dan Allah memberikan petunjuk kepada kalian? Bukankah
dahulu kalian adalah miskin lalu Allah membuat kalian menjadi kaya dan hati
kalian bersatu?”
Mereka menjawab, “Begitulah, Allah dan rasul-Nya lebih murah
hati dan banyak kurnianya”.
“Apakah kalian tidak ingin memenuhi seruanku wahai orang Ansar?”
Mereka menjawab, “Dengan apa kami harus memenuhi seruanmu wahai
Rasul? Segala anugerah dan kurnianya hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya”.
Lalu baginda bersabda, “Demi Allah, jika kalian mahu, kalian
perlu membenarkan dan dibenarkan, maka kalian boleh katakan, “Engkau telah
datang kepada kami ketika engkau didustakan kaum engkau, kami menerima engkau.
Ketika engakau dalam keadaan lemah, kamilah yang menolong engkau. Ketika engkau
diusir, kamilah yang memberikan tempat. Ketika engkau dalam keadaan papa,
kamilah yang menampung engkau”.
Setelah mengingatkan orang-orang Ansar bahwa mereka lebih
berjasa kepada Rasulullah SAW dari orang-orang Quraisy, baginda kemudian
bersabda, “Apakah di dalam hati kalian masih terdetik hasrat kepada dunia yang
dengan keduniaan itu sebenarnya aku hendak mengambil hati segolongan orang agar
masuk Islam. Sementara terhadap keislaman kalian aku tidak lagi meragukannya?
Wahai sahabat Ansar, apakah di hati kalian tidak berkenan jika mereka membawa
pulang kambing dan unta, sedangkan kalian pulang bersama Rasulullah ke tempat
tinggal kalian?”
Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, kalau bukan karena
hijrah, tentu aku termasuk golongan Ansar. Jika para sahabat menempuh suatu
jalan di celah gunung dan orang-orang Ansar menempuh suatu celah yang lain,
tentu aku akan memilih celah yang dilalui oleh orang Ansar. Ya Allah,
rahmatilah orang-orang Ansar, anak-anak Ansar, dan cucu orang-orang Ansar”.
Setelah mendengar taujih dari Rasulullah SAW yang mengajak
mereka mendahulukan akhirat dan nikmat yang besar, mereka pun menitiskan air
mata hingga janggut mereka basah lembab dengan air mata sambil berkata, “Kami
redha tindakan Rasulullah dalam urusan bagian dan pembagian. Setelah itu,
mereka puas dan kembali ke tempat mereka semula”.
Renungan Peristiwa Hunain
Kejadian pembagian rampasan perang ini merupakan tarbiyah bagi
para sahabat. Kadang kala ketika kita merasa sudah banyak berbuat untuk dakwah,
maka kita merasa bahwa kita berhak atas semua keuntungan duniawi dari dakwah.
Oleh itu, seperti kejadian Hunain, sebagian sahabat merasa bahwa mereka lebih
berhak atas rampasan perang Hunain dibandingkan dengan orang-orang Quraisy yang
baru masuk Islam ketika Fath Al-Makkah.
Ketika hati kita dipenuhi dengan rasa protes karena kita merasa
bahwa jasa kita tidak dihargai, maka prasangka pun akan menghinggapi hati kita
sehingga dugaan buruk terhadap lain menguasai kita, seperti yang berlaku kepada
orang-orang Ansar pada peristiwa pembagian harta rampasan perang.
Yang lebih berbahaya adalah jika kekecewaan atas tindakan itu
menular kepada orang lain sehingga suasana ukhrawi tidak terlihat. Yang ada
sebaliknya, ejekan disebabkan kekecewaan dan tidak puas hati terhadap qiyadah.
Jika keadaan ini tidak cepat diselesaikan dengan penjelasan-penjelasan oleh
pihak qiyadah, maka tidak mustahil keadaan ini akan bertambah parah menjadi
pergaduhan atau perpecahan.
Di pihak yang lain, sebagai seorang qiyadah, Rasulullah SAW
menyedari bahwa tidak seluruh landasan tindakannya diketahui oleh para sahabat.
Oleh itu, baginda berinisiatif untuk menjelaskan i’tibarat, dan konsider kepada
para tentera. Ini perlu cepat dilakukan agar keadaan tidak bertambah teruk.
Semakin cepat akan semakin baik, kecuali jika ada program atau rancangan yang
lebih efektif untuk menyelesaikan keadaan seperti itu.
Kejadian Hunain telah berlalu sekian lama, tetapi pelajaran dan
hikmah yang dapat diambil sentiasa mengalir bagai air dari pergunungan yang
dapat menyegarkan dan menghilangkan rasa haus generasi penerus perjuangan.
Mudah-mudahan Allah masih membuka hati kita agar kita dapat melihat sesuatu
dengan benar dan hati pun tidak terfitnah, terjangkit penyakit dari keadaan
yang sam,a dengan keadaan yang dialami oleh sahabt-sahabat Ansar pada masa-masa
pertama perjuangan Islam.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar