Ya Karim
Kisah berikut
patut dijadikan bahan renungan. Agar kita memiliki sifat tawadhu’ dan sikap
hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang rendah dan yang di bawah.
Biarpun kita memiliki kedudukan yang tinggi dan terhormat, semua itu tak
berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian kepada yang rendah dan
yang di bawah. Nah, kalau begitu, jadilah kita seseorang yang memiliki jiwa seperti
Rasulallah saw yang selalu tawadhu’, sederhana, dan menghormati semua kelompok
manusia tidak perduli apapun kedudukanya.
Diriwayatkan ketika Rasulallah saw sedang bertowaf, beliau
mendengar seorang A’rabi (Arab Badui dari gunung) berkata dengan suara keras
“Ya Kariim”. Rasulallah saw pun mengikutinya dari belakang dan berkata “Ya
Kariim”. Kemudian A’rabi itu berjalan menuju ke arah pancuran Kab’ah lalu
berkata lagi dengan suara lebih keras “Ya Kariiim”. Rasulallah saw pun
mengikutinya dari belakang, juga berkata “Ya Karim”.
Berasa ada yang mengikutinya dari belakang, A’rabi tadi menengok
ke arah suara, lalu berkata “Apa maksudmu mengikuti perkataanku? Apakah kau
sengaja mengejekku karena aku seorang A’rabi, Arab Badui dari gunung? Demi
Allah kalau bukan karena wajahmu yang bersinar dan parasmu yang indah maka aku
akan adukan hal ini kepada kekasihku Muhammad, Rasulallah saw”.
Rasulallah saw pun tersenyum lebar mendengar uraian A’rabi tadi,
lalu berkata “Wahai saudaraku, apakah kau pernah melihat Rasulallah? A’rabi
tadi berkata “Aku belum pernah melihatnya sama sekali”. Rasulallah saw lalu
berkata lagi “Apakah kamu beriman kepadanya?. “Demi Allah, aku beriman
kepadanya walaupun aku belum pernah melihat wajahnya dan percaya dengan
risalahnya walaupun aku belum pernah bertemumuka dengannnya”, tegasnya. Lalu
Rasulallah saw berkata “Ketahuilah, wahai saudaraku, bahwa sesungguhnya aku
adalah Nabimu di dunia dan pemberi syafa’at bagimu di Akhirat”.
Begitu A’rabi tadi mengetahui bahwa beliau adalah Rasulallah
saw, dengan sepontan ia menarik tangan beliau lalu menciumya berkali kali.
Walaupun Rasulallah saw berusaha menarik tangan beliau, tapi A’rabi tadi tetap
memegangnya dengan keras dan menciumnya. Lalu dengan penuh tawadhu’ beliau
menahan lagi tangannya sambil menariknya, seraya berkata “Perlahan-lahan wahai
saudaraku, sesungguhnya aku diutus sebagai Nabi bukan sebagai raja, aku diutus
sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, bukan perkasa dan
penyombong”
Seketika itu juga malaikat Jibril as turun dari langit kepada
Rasulallah saw lalu berkata “Allah mengucapkan salam kepadamu, dan
mengkhususkan tahiyyatNya atasmu. Dia berfirman “Katakanlah kepada A’rabi
janganlah merasa bangga dengan amal kebaikanya, sesungguhnya esok Kami akan
menghisab amalnya yang kecil sebelum yang besar, bahkan sampai yang sekecil
kecilnya tidak akan diluputkan. Lalu Rasulallah saw menyampaikan pesan Allah
kepada A’rabi tadi. A’rabi pun berkata “Apakah Allah akan menghisabku kelak ya
Rasulallah???” Rasulallah saw berkata “Iya betul, dengan kehendakNya, Allah
akan menghisabmu kelak”. A’rabi tadi lalu berkata lagi “Jika Allah akan
menghisabku esok, maka akupun akan menghisabNya kelak”
Rasulallah saw merasa heran mendengar jawaban A’rabi tadi, lalu
berkata “Wahai saudaraku, bagaimana caranya kamu akan menghisab Allah kelak?”
Dengan lantang dan penuh keyakinan A’rabi tadi berkata “Jika Allah akan
menghisabku atas dosa dosa yang aku lakukan, maka aku akan menghisabNya atas
ampunanNya yang maha luas. Jika Dia akan menghisabku dengan maksiat yang aku
perbuat, maka aku akan menghisabNya atas maghfirahNya yang tidak terbatas. Jika
Dia akan menghisabku atas kekikiranku maka aku akan menghisabNya atas
kemurahanNya yang tampa batas”.
Mendengar uraian A’rabi tadi Rasulallah saw menangis tersedu-sedu
sehingga jenggot beliau basah dengan airmata. Tangisan Rasulallah saw didengar
oleh malaikat Jibril as yang membuatnya turun lagi dari langit, lalu berkata
kepada beliau “Wahai Rasulallah janganlah kamu menangis, sesungguhnya Arsy dan
seisi-isinya bergetar mendengar tangisamu. Katakanlah kepada saudaramu A’rabi
sesungguhnya Allah tidak akan menghisabnya dan ia tidak usah menghisabNya.
Katakanlah bahwa ia akan menjadi temanmu nanti di surga”.
Kisah di atas patut dijadikan bahan renungan. Agar kita memiliki
sifat tawadhu’ dan sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang rendah
dan yang di bawah. Biarpun kita memiliki kedudukan yang tinggi dan terhormat,
semua itu tak berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian kepada yang
rendah dan yang di bawah. Nah, kalau begitu, jadilah kita seseorang yang
memiliki jiwa seperti Rasulallah saw yang selalu tawadhu’, sederhana, dan
menghormati semua kelompok manusia tidak perduli apapun kedudukanya.
Allahumma shalli a’la sayyidina Muhammad wa a’la alihi wa
shahbihi wa sallim.
0 komentar:
Posting Komentar