Al Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah,
Beliau dilahirkan di Samarqand dan dibesarkan di Abi Warda,
suatu tempat di daerah Khurasan.
Tidak ada riwayat yang jelas tentang kapan beliau dilahirkan,
hanya saja beliau pernah menyatakan usianya waktu itu telah mencapai 80 tahun,
dan tidak ada gambaran yang pasti tentang permulaan kehidupan beliau.
Sebagian riwayat ada yang menyebutkan bahwa dulunya beliau
adalah seorang penyamun, kemudian Allah memberikan petunjuk kepada beliau
dengan sebab mendengar sebuah ayat dari Kitabullah.
Disebutkan dalam Siyar A’lam An-Nubala dari jalan Al-Fadhl bin
Musa, beliau berkata: “Adalah Al-Fudhail bin ‘Iyadh dulunya seorang penyamun
yang menghadang orang-orang di daerah antara Abu Warda dan Sirjis. Dan sebab
taubat beliau adalah karena beliau pernah terpikat dengan seorang wanita, maka
tatkala beliau tengah memanjat tembok guna melaksanakan hasratnya terhadap wanita
tersebut, tiba-tiba saja beliau mendengar seseorang membaca ayat:
“Belumkah datang waktunya bagi orang –orang yang beriman untuk
tunduk hati mereka guna mengingat Allah serta tunduk kepada kebenaran yang
telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang –orang yang
sebelumnya telah turun Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang
panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan mayoritas mereka adalah
orang-orang yang fasiq.” (Al Hadid: 16)
Maka tatkala mendengarnya beliau langsung berkata: “Tentu saja
wahai Rabbku. Sungguh telah tiba saatku (untuk bertaubat).” Maka beliaupun
kembali, dan pada malam itu ketika beliau tengah berlindung di balik reruntuhan
bangunan, tiba-tiba saja di sana ada sekelompok orang yang sedang lewat.
Sebagian mereka berkata: “Kita jalan terus,” dan sebagian yang lain berkata:
“Kita jalan terus sampai pagi, karena biasanya Al-Fudhail menghadang kita di
jalan ini.” Maka beliaupun berkata: “Kemudian aku merenung dan berkata: ‘Aku
menjalani kemaksiatan-kemaksiatan di malam hari dan sebagian dari kaum muslimin
di situ ketakutan kepadaku, dan tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini
melainkan agar aku berhenti (dari kemaksiatan ini). Ya Allah, sungguh aku telah
bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku itu dengan tinggal di Baitul
Haram’.”
Sungguh beliau telah menghabiskan satu masa di Kufah, lalu
mencatat ilmu dari ulama di negeri itu, seperti Manshur, Al-A’masy, ‘Atha’ bin
As-Saaib serta Shafwan bin Salim dan juga dari ulama-ulama lainnya. Kemudian beliau
menetap di Makkah. Dan adalah beliau memberi makan dirinya dan keluarganya dari
hasil mengurus air di Makkah. Waktu itu beliau memiliki seekor unta yang beliau
gunakan untuk mengangkut air dan menjual air tersebut guna memenuhi
kebutuhan makanan beliau dan keluarganya.
Beliau tidak mau menerima pemberian-pemberian dan juga
hadiah-hadiah dari para raja dan pejabat lainnya, namun beliau pernah menerima
pemberian dari Abdullah bin Al-Mubarak.
Dan sebab dari penolakan beliau terhadap pemberian-pemberian
para raja diduga karena keraguan beliau terhadap kehalalannya, sedang beliau
sangat antusias agar tidak sampai memasuki perut beliau kecuali sesuatu yang
halal.
Beliau wafat di Makkah pada bulan Muharram tahun 187 H.
(Diringkas dari Mawa’izh lil Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh, hal. 5-7)
0 komentar:
Posting Komentar